Jumat, 02 Januari 2015

Posted by Unknown |



MAKALAH AKHLAQ TASAWUF
MA’RIFAT

Disusun guna memenuhi tugas mata kulliah Akhlaq Dan Tasawuf
Dosen Pengampu: Alwan Khoiri



Disusun Oleh:
ASHARI: 13360018

JURUSAN PERBANDINGAN MAZHAB
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UIN SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA
2014


BAB I
PENDAHULUAN

I.                    Latar Belakang
Ma’rifah ialah ilmu atau pengetahuan yang diperoleh melalui akal. Dalam kajian ilmu tasawuf “Ma’rifat” adalah mengetahui Tuhan dari dekat, sedekat-dekatnya sehingga hati sanubari dapat melihat Tuhan”. Menurut shufi jalan untuk memperoleh ma’rifah ialah dengan membersihkan jiwanya serta menempuh pendidikan shufi yang mereka namakan maqamat, seperti hidup, taubat, zuhud, wara’, ikhlas, sabar, syukur, qona’ah, tawakal, ridlo, mahabbah,  barulah tercapai ma’rifat. Dengan kata lain ma’rifat  merupakan maqomat tertinggi dimana puncak seorang hamba bersatu dengan sang Khaliq.   
Dalam makalah ini kita akan membahas tentang Ma’rifah beserta tujuan, kedudukan, paham, tokoh sufi,serta ma’rifah dalam pandangan al-Qur’an dan al hadits, Maka jika ada kesalahan yang sekiranya di luar kesadaran, kami siap menerima kritik dan saran yang membangun dari para pembaca sekalian.

II.                Rumusan Masalah
1.     Pengertian Ma’rifat
2.     Hakikat Ma’rifat
3.     Alat Ma’rifat
4.     Macam-macam Ma’rifat
5.     Tokoh Ma’rifat
6.     Pandangan Ma’rifat menurut Al-Qur’an dan Al-Hadist

III.             Tujuan Penulisan.
1.     Untuk Memenuhi tugas mata kuliah akhlaq dan tasawuf.
2.     Menambah wawasan penulis dan pembaca mengenai ma’rifat.

IV.            Sistematika Penulisan
Sistematika Penulisan adalah sebagai berikut:
Kata Pengantar
Daftar Isi
BAB I PENDAHULUAN
I.       Latar Belakang
II.    Rumusan Masalah
III. Tujuan Penulisan
IV.Sistematika Penulisan
BAB II PEMBAHASAN
A.   Pengertian Ma’rifat
B.   Hakikat Ma’rifat
C.   Alat Ma’rifat
D.   Macam-macam Ma’rifat
E.    Tokoh Ma’rifat
F.    Pandangan Ma’rifat menurut Al-Qur’an dan As-Sunnah
BAB III PENUTUP
·        Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA








BAB II
PEMBAHASAN

A.   Pengertian Ma’rifat
Dari segi bahasa ma’rifah berasal dari kata عرف  - يعرف      معرفة - عرفا
Yang artinya pengetahuan atau pengalaman dan dapat berarti pengetahuan tentang rahasia hakikat agama, yaitu ilmu yang lebih tinggi daripada ilmu yang biasa didapati oleh orang-orang pada umumnya. Ma’rifat adalah pengetahuan yang obyeknya bukan pada hal-hal yang bersifat dhahir, tetapi lebih mendalam terhadap batinnya dengan mengetahui rahasianya. Hal ini didasarkan pada pandangan bahwa akal manusia sanggup mengetahui hakikat ketuhanan, dan hakikat itu satu, dan segala yang maujud berasal dari yang satu. Dalam sufistik ini, ma’rifat diartikan sebagai pengetahuan mengenai Tuhan melalui hati sanubari. Pengetahuan itu demikian lengkap dan jelas sehingga jiwanya merasa satu dengan yang diketahuinya itu, yaitu Tuhan. Harun Nasution mengatakan bahwa ma’rifat menggambarkan hubungan rapat dalam bentuk gnosis, pengetahuan dengan hati sanubari.
Dari literatur yang diberikan tentang ma’rifat sebagaimana dikatakan harun nasution, ma’rifat berarti mengetahui Tuhan dari dekat, sehingga hati sanubari dapat melihat Tuhan, Oleh karena itu orang-orang sufi mengatakan :
1.     Kalau mata yang terdapat dalam hati sanubari manusia, mata kepalanya akan tertutup, dan ketika itu yang dilihatnya hanya Allah.
2.     Ma’rifat adalah cermin, kalau seorang arif melihat ke cermin itu yang akan dilihat hanyalah Allah.
3.     Yang dilihat orang arif  baik baik sewaktu tidur maupun sewaktu bangun hanya Allah.      

B.   Hakikat Ma’rifat
Berikut ini adalah pandangan tentang hakikat ma’rifat menurut Dzu An-Nun Al Mishri :
1.     Sesungguhnya ma’rifat yang hakiki bukanlah ilmu tentang ke-Esa-an Tuhan, sebagaimana yang dipercayai orang-orang mukmin, bukan pula ilmu burhan dan nidzar milik al-hakim, mmutakalimin, dan ahli balaghah, tetapi ma’rifat terhadap ke-Esa-an tuhan yang khusus dimiliki para wali. Hal ini karena mereka adalah orang yang menyaksikan Allah dengan hatinya, sehingga terbukalah baginya apa yang tidak dibukakan untuk hamba-hambaNya yang lain.
2.     Ma’rifat yang sebenarnya adalah bahwa Allah menyinari hatimu dengan cahaya murni seperti matahari yang dapat dilihat hanya dengan cahayanya. Hamba mendekat kepada Allah merasa hilang dan leburdalam kekuasaanNya. Mereka berbicara dengan ilmu yang telah diletakkan Allah pada lisan mereka, mereka melihat dengan penglihatanNya, dan mereka berbuat dengan perbuatanNya.

Kedua panangan dzu An-Nun Al Mishri di atas menjelaskan bahwa ma’rifat kepada Allah tidak dapat ditempuh melalui pendekatan akal dan pembuktian-pembuktian, tetapi dengan jalan ma’rifat batin, yaitu Tuhan menyinari hati manusia dan menjaganya dari kecemasan sehingga semua yang ada di dunia ini tidak mempunyi arti lagi. Melalui pendekatan ini, sifat-sifat rendah manusia perlahan-lahan ke atas dan selanjutnya menyandang sifat luhur yang dimiliki Tuhan, sampai ia sepenuhnya hidup di dalam-Nyan dan lewat diri-Nya.
C.   Alat Untuk Ma’rifat
Alat yang digunakan untuk ma’rifat telah ada dalam diri manusia, yaitu Qalb (hati), namunartinya tidak sama dalam heart dalam ahasa inggris, karena qalb selain dari alat untuk merasa adalah juga alat untuk berfikir. Bedanya qalb dengan akal ialah bahwa akl tidak bisa memperoleh pengetahuan yang sebenarnya tentang Tuhan, sedang qalb bisa mengetahui hakikat dari segala yang ada, dan jika dilimpahi cahaya Tuhan, bisa mengetahui rahasia-rahasia tuhan, qalb yang telah di bersihkan dari segala dosa dan maksiat melalui serangkai zikir dan wirid secara teraturakan dapat mengetahui rahasia-rahasia tuhan, yaitu setelah hati tersebut disinari cahaya Tuhan.
Proses samapinya qalb pada cahaya Tuhan ini erat kaitannya dengan konsep takhalli, Tahalli dan Tajalli. Takahlli yaitu mengosongkan diri dari akhlaq yang  tercela dan perbuatan ma’siat melalui taubat. Halini dilanjutkan denagn tahalli yaitu menghiasi diri dengan akhlaq yang mulia dan amal ibadah. Sedangkan Tajalli adalah terbukanya hijab, sehingga tampak jelas cahaya Tuhan, Hal ini sejalan dengan firman Allah ;
فَلَمَّا تَجَلَّى رَبُّهُ,لِلْجَبَلِ جَعَلَهُ,دَكًّا وَخَرَّمُوسَى صَعِقًا (الأعرف :) 143  
Tatkala Tuhannya nampak bagi gunung itu, kejadian itu menjadikan gunung itu menjadikan gunung itu hancur luluh dan musa jatuh pingsan. (QS. Al-A’raf, 7:143).
Mengenai pengertian Tajalli ini lebih lanjut di jelaskan dalam kitab Isan al-kamil sebagai berikut :
تَجَلَّى سُبْحَا نَهُ وَتَعَالَى فِى أَفْعَالِهِ عِبَارَةٌ عَنْ مَشْهَدٍ يَرَى فِيهِ الْعَبْدُ جَرْيَانِ الْقُدْرَةِ فِى الْأَشْيَاءِ فَيَشْهَدُهُ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى مُحَرِّكَهَا وَمَسْكِنَهَا يَنْفِى اْلفِعْلَ عَنِ الْعَبْدِ وَإِثْبَاتُهُ لِلْحَقِّ.                                                          Tajalli Allah SWT. dalam perbuatanya, ialah ibarat daripada penglihatan diman seseorang hamba Allah melihat pada-Nya berlaku kudtrat Allah pada sesuatu. Ketika itu, ia melihat Tuhan, mak tiadalah perbuatan seorang hamba, gerak dan diam serba isbat adalah bagi Allah semata-mata.

Tajalli dapat diartikan,
من تجلى له سبحانه وتعالى من حيث اسمه الظاهر فكشف له عن سرّ ظهوره النورالإلهى فى كشاىْف المحدثات ليكون طريقا إلى معرفة أنّالله هو ألظاهر فعند ذلك تجلّى له بأنّه اظاهر فبطن العبد ببطون فناء الحقّ فى ظهور وجودالحق.
Siapa-siapa baginya tajalli Allah SWT. dari segi namanya yang disebut, mak trbukalah baginya daripada nampak nur illahidalam keadaan biasa, maksudnya agar ia mendpatkan jalan kepada ma’rifat. Bahwa sesungguhnya Allah ialah pada ketika itu tajalli Allah SWt. baginya, karena sesungguhnya Allah adalah tampak. Ketika itu bertempatlah hamba pada tempat yang batin karena fananya sifat-sifat kebaharuanya ketika nampaknya wujud Al-Haq Al-Yakin.
Kutipan tersebut menunjukkan dengan jelas bahwa tajalli adalah jalan untuk mendapatkan ma’rifat, dan terjadi setelah terjadinya al-fana yakni hilangnya sifat-sifat dan rasa kemanusiaan, dan melebur pada sifat-sifat tuhan. Alat yang digunakan untuk mencapai tajalli ini adalah hati, yaitu hati yang telah mendapatkan cahaya dari Tuhan.
Kemungkinan manusia mencapai tajalli atau mendapatkan limpahan cahaya tuhan itu dapat pula dilihat dari isyarat ayat berikut ini :
نور على نور يهدىالله لنوره من يشاء(النور: 35)
Cahaya diatas cahaya, Allah mengkaruniakan cahaya-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya (QS. An-Nur, 35).
Dengan limpahan cahaya tuhan itulah manusia dapat mengetahui rahasia-rahasia yang ada pada Tuhan. Dengan cara demikian ia dapat mengethui hal-hal yng tidak diketahui oleh manusia biasa. Orang yang sudah mencapai ma’rifat ia memperoleh hubungan langsung dengan sumber ilmu yaitu Allah. Dengan hati yang telah dilimpahi cahaya, ia dapat diibaratkan seperti orang yang memiliki antene parabola yang mendapatkan langsung pengetahuan dari tuhan. Allah berfirman :
وَفَوْقَ كُلُّ ذِيْ عِلْمٍ عَلِيْمٌ
Dan di atas yang berilmu pengetahuan ada lagi yang Maha Mengetahui (Allah). (QS. Yusuf, 12:76)
Ma’rifat yang dicapai seseorang itu itu terkadang diberi nama yang bermacam-macam. Imam Al-Syarbasi menyebutnya ilmu al mauhubah (pengertian ). Sedangka Imam Asy-Syuhrawardi menyebutnya Al-Isyraqiyah (pancaran), Ibnu Sina menyebut Al-Faid(limpahan). Sementara dikalangan dunia pesantren dikenal dengan istilah Futuh (pembuka), dan dikalangan masyarakat Jawa dikenal dengan nama Ilmu Laduni, dan dikalangan kebatinan disebut Wangsit.

1 komentar: