Kamis, 01 Januari 2015

Posted by Unknown |


Otonomi daerah dan government
makalah ini disusun untuk memenuhi tugas kewarganegaraan
dosen pengampu: ERMI SUHASTI SYAFE'I
nip:
19620908 198903 2 006

Disusun oleh kelompok v:
m.ashari: 13360018
nalla fezy bazarghand: 13360021
galih dwi septiawan: 13360022
durrotul faizah: 133660077

perbandingan mazhab dan hukum
fakultas syariah dan hukum
uinversitas islam negeri sunan kalijaga
yogyakarta
2014


KATA PENGANTAR

            Puji  syukur  kami  panjatkan  kepada Allah swt. yang telah  memberikan rahmat serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan makalah yang berjudul “OTONOMI DAERAH DAN GOVERNMENT” dengan tepat waktu. Selesainya penyusunan ini berkat bantuan dari berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini kami menyampaikan terima kasih kepada
1.      Dosen pengampu mata kuliah kewarganegaraan” yang telah memberikan pengarahan kepada kami sehingga kami termotivasi dan dapat  menyelesaikan tugas makalah ini.
2.      Secara khusus kami menyampaikan terima kasih kepada keluarga serta teman-teman yang telah memberikan dorongan dan pengertian yang besar kepada kami baik selama mengikuti perkuliahan maupun dalam menyelesaikan makalah ini.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, maka kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini. Akhir kata kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam penyusunan makalah ini.




Yogyakarta, 26 maret 2014           



penyusun                        



                                                                                                                         

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................... 2
DAFTAR ISI............................................................................................. 3
BAB I  PENDAHULUAN......................................................................... 4
             A.
Latar Belakang......................................................................... 4
BAB II OTONOMI DAERAH................................................................. 6
              A.
Pengertian Otonom Daerah..................................................... 6
             
B. Prinsip dan Tujuan Otonomi Daerah....................................... 8
             
C. Faktor-faktor Penghambat Otonomi Daerah.......................... 10
             
D. Pelaksanaan Otonomi Daerah................................................ 11
             
E. Kelemahan dan Keuntungan Otonomi Daerah........................ 13
BAB III GOOD GOVERNANCE........................................................... 14
             
A. Definisi Good Governance...................................................... 14
             
B.  Prinsip-prinsip Good Governanca......................................... 15
             
C.  Pilar-Pilar good governanca................................................... 17
             
D.   Agenda Good Governance.................................................... 18
 
BAB IV PENUTUP................................................................................. 19
               A.
Kesimpulan .......................................................................... 19
               B.
 Saran.................................................................................... 19
DAFTAR PUSTAKA............................................................................... 20
     


BAB I
PENDAHULUAN
A.    LATAR BELAKANG
      Indonesia adalah bangsa yang direkayasa dan diciptakan sedemikian rupa oleh sistem ketidakadilan yang berupa penjajahan, karenanya Indonesia adalah kolektifitas di mana individu bisa hidup (dan berharap untuk hidup) dengan berbagai kepentingan, bangsa, agama, dan ideologinya. Dengan demikian, jika ada sebuah pemerintahan yang diatur berdasarkan kedzaliman politik, tentu ia adalah pemerintahan yang tidak acceptable oleh rakyatnya. Orde Baru adalah misal dengan sentralisasi rezim dan kekejaman cara memerintahnya, kalaupun toh ia berumur panjang, pastilah ia akan menemui ajalnya juga (dengan tak terhormat). Karena itu, demokrasi di Indonesia menjadi sebuah barang yang mesti ditegakkan dengan segala resikonya, termasuk kealotan penyelesaian persoalan bangsa, ketidakefektifan, keruwetan dan sebagainya. Mau tidak mau, demokrasi menjadi pilihan tak tertolak bagi pemerintahan dewasa ini. Dalam situasi di mana segenap persoalan bangsa meluap dan minta segera diselesaikan, maka konsep demokrasi sesungguhnya merupakan konsep yang paling tidak diminati.

Di samping terlalu bertele-tele, tidak efektif dan tidak efisien, demokrasi juga terlalu banyak menyita waktu yang sebenarnya bisa digunakan untuk memikirkan masalah yang lebih urgen lagi. Di sinilah titik nadzir yang paling lemah dari demokrasi. Semua orang dan semua bangsa mengakuinya. Namun kita lantas bertanya, mengapa demokrasi menjadi satu-satunya konsep yang dipilih hampir seluruh bangsa di dunia ini untuk menyelesaikan berbagai macam persoalannya? Untuk bisa sampai pada jawaban pertanyaan ini, maka satu hal yang mesti kita sadari bahwa alam ini memang sudah ditakdirkan Tuhan untuk tidak sama. Pluralitas suku-bangsa, pluralitas kepentingan, pluralitas ideologi, pluralitas agama dan pelbagai macam ketidaksamaan yang lain adalah conditio sine qua non. Kondisi inilah yang menginginkan masyarakat dunia untuk segera merombak cara berpikir yang sentralistis, cara berpikir yang otoriter dan semaunya sendiri. Untuk menciptakan demokrasi, tentu tidak hanya melalui jalur kultural seperti paparan di atas, di jalur struktural pun jika kita jujur dan teliti, sesungguhnya ada jalur untuk menciptakan demokrasi itu.

Tata bangsa yang sehat dan bersih dari korupsi, kolusi dan nepotisme adalah sesuatu yang pasti dari prinsip good governance ini, dan tentu saja merupakan sesuatu yang sangat dirindukan masyarakat Indonesia. Terpilihnya pemimpin-pemimpin baru merupakan bagian dari kehendak rakyat yang menginginkan terciptanya hal itu. Perdebatan yang sangat sengit ini paling tidak sudah dilakukan di sidang majelis kita selama sepekan kemarin. Dari upaya bagaimana melakukan amandemen UUD 1945 sampai pada tata pemilihan yang demokratis. Harapan-harapan rakyat adalah bagaimana agar mereka bisa hidup lebih sejahtera secara ekonomi maupun politik. Secara ekonomi, rakyat Indonesia menginginkan kenaikan pendapatan perkapita, harga-harga kebutuhan pokok (merit goods) yang tidak mahal, berkurangnya angka kemiskinan, turunnya inflasi dan berbagai indikasi kemakmuran lainnya. Secara politik, rakyat berkehendak agar demokrasi bisa berjalan sebagaimana mestinya: menghargai hak menyampaikan pendapat, menghormati hak asasi manusia, bebas berkreasi dan berorganisasi, dan penghargaan-penghargaan terhadap kebebasan berpendapat lainnya. Sebagai manifestasi dari harapan dan aspirasi rakyat banyak, terpilihnya mereka (yang dianggap reformis) tersebut tentu saja diiringi oleh berbagai agenda bangsa yang mendesak dan berat. 

Di sisi ekonomi, keduanya diharapkan agar mampu mengembalikan kepercayaan (trust) terhadap investasi, juga untuk mencegah dan mengantisipasi capital flight. Kepercayaan ini merupakan modal yang sangat penting bagi pembangunan ekonomi Indonesia masa depan. Kita tahu bahwa untuk mengembalikan kepercayaan yang hilang, tidak hanya dibutuhkan sosok pemimpin yang tegar, berwibawa dan dikehendaki rakyat, tapi juga sosok yang mampu berkomunikasi dengan baik di dunia internasional. Bersikap jujur pada rakyat adalah titik tolak untuk menciptakan pemerintahan yang tidak hanya kuat (stong government), melainkan juga pemerintahan yang bersih dan berwibawa (good governance). Dengan kesadaran baru, Indonesia masa depan harus dibangun dengan mentalitas dan budaya berdemokrasi yang baru pula. Sehingga agenda mendesak pemerintahan kali ini adalah untuk menyelenggarakan pemerintahan yang bersih dan bertanggung jawab. Tentu saja bertanggung jawab pada rakyat. 


BAB II
 OTONOMI DAERAH

A.    PENGERTIAN OTONOMI DAERAH
Istilah otonomi berasal dari bahasa Yunani autos yang berarti sendiri dan namos yang berarti Undang-undang atau aturan. Dengan demikian, Otonomi daerah dapat diartikan sebagai hak, wewenang, dan kewajiban yang diberikan kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut aspirasi masyarakat untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna penyelenggaraan pemerintahan dalam rangka pelayanan terhadap masyarakat dan pelaksanaan pembangunan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Beberapa pendapat ahli yang dikutip Abdulrahman (1997) mengemukakan bahwa :

1.      F. Sugeng Istianto, mengartikan otonomi daerah sebagai hak dan wewenang untuk
         mengatur dan mengurus rumah tangga daerah.
2.      Ateng Syarifuddin, mengemukakan bahwa otonomi mempunyai makna kebebasan
        atau kemandirian tetapi bukan kemerdekaan. Kebebasan yang terbatas atau  
        kemandirian itu terwujud pemberian kesempatan yang harus    
        dipertanggungjawabkan.
3.      Syarif Saleh, berpendapat bahwa otonomi daerah adalah hak mengatur dan
       memerintah daerah sendiri. Hak mana diperoleh dari pemerintah pusat.

 Pendapat lain dikemukakan oleh Benyamin Hoesein (1993) bahwa otonomi daerah adalah pemerintahan oleh dan untuk rakyat di bagian wilayah nasional suatu Negara secara informal berada di luar pemerintah pusat. Sedangkan Philip Mahwood (1983) mengemukakan bahwa otonomi daerah adalah suatu pemerintah daerah yang mempunyai kewenangan sendiri yang keberadaannya terpisah dengan otoritas yang diserahkan oleh pemerintah guna mengalokasikan sumber sumber material yang substansial tentang fungsi-fungsi yang berbeda

Dengan otonomi daerah tersebut, menurut Mariun (1979) bahwa dengan kebebasan yang dimiliki pemerintah daerah memungkinkan untuk membuat inisiatif sendiri, mengelola dan mengoptimalkan sumber daya daerah. Adanya kebebasan untuk berinisiatif merupakan suatu dasar pemberian otonomi daerah, karena dasar pemberian otonomi daerah adalah dapat berbuat sesuai dengan kebutuhan setempat.

 Kebebasan yang terbatas atau kemandirian tersebut adalah wujud kesempatan pemberian yang harus dipertanggungjawabkan. Dengan demikian, hak dan kewajiban serta kebebasan bagi daerah untuk menyelenggarakan urusan-urusannya sepanjang sanggup untuk melakukannya dan penekanannya lebih bersifat otonomi yang luas. Pendapat tentang otonomi di atas, juga sejalan dengan yang dikemukakan Vincent Lemius (1986) bahwa otonomi daerah merupakan kebebasan untuk mengambil keputusan politik maupun administrasi, dengan tetap menghormati peraturan perundang-undangan. Meskipun dalam otonomi daerah ada kebebasan untuk menentukan apa yang menjadi kebutuhan daerah, tetapi dalam kebutuhan daerah senantiasa disesuaikan dengan kepentingan nasional, ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.

Terlepas dari itu pendapat beberapa ahli yang telah dikemukakan di atas, dalam Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 dinyatakan bahwa otonomi daerah adalah kewenangan daerah untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

        Beranjak dari rumusan di atas, dapat disimpulkan bahwa otonomi daerah pada prinsipnya mempunyai tiga aspek, yaitu :
1.      Aspek Hak dan Kewenangan untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya
         sendiri.
2.      Aspek kewajiban untuk tetap mengikuti peraturan dan ketentuan dari
         pemerintahan di atasnya, serta tetap berada dalam satu kerangka pemerintahan
         nasional.
3.      Aspek kemandirian dalam pengelolaan keuangan baik dari biaya sebagai  
         perlimpahan kewenangan dan pelaksanaan kewajiban, juga terutama kemampuan
         menggali sumber pembiayaan sendiri.

Yang dimaksud dengan hak dalam pengertian otonomi adalah adanya kebebasan pemerintah daerah untuk mengatur rumah tangga, seperti dalam bidang kebijaksanaan, pembiyaan serta perangkat pelaksanaannnya. Sedangkan kewajban harus mendorong pelaksanaan pemerintah dan pembangunan nasional. Selanjutnya wewenang adalah adanya kekuasaan pemerintah daerah untuk berinisiatif sendiri, menetapkan kebijaksanaan sendiri, perencanaan sendiri serta mengelola keuangan sendiri.

         Dengan demikian, bila dikaji lebih jauh isi dan jiwa undang-undang Nomor 23 Tahun 2004, maka otonomi daerah mempunyai arti bahwa daerah harus mampu :
1.      Berinisiatif sendiri yaitu harus mampu menyusun dan melaksanakan
          kebijaksanaan sendiri.
2.      Membuat peraturan sendiri (PERDA) beserta peraturan pelaksanaannya.
3.      Menggali sumber-sumber keuangan sendiri.
4.      Memiliki alat pelaksana baik personil maupun sarana dan prasarananya.


B.     PRINSIP DAN TUJUAN OTONOMI DAERAH

Otonomi daerah dan daerah otonom, biasa rancu dipahami oleh masyarakat. Padahal sebagaimana pengertian otonomi daerah di atas, jelas bahwa untuk menerapkan otonomi daerah harus memiliki wilayah dengan batas administrasi pemerintahan yang jelas

Daerah otonomi adalah wilayah administrasi pemerintahan dan kependudukan yang dikenal dalam Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Dengan demikian jenjang daerah otonom ada dua bagian, walau titik berat pelaksanaan otonomi daerah dilimpahkan pada pemerintah kabupaten/kota. Adapun daerah provinsi, berotonomi secara terbatas yakni menyangkut koordinasi antar/lintas kabupaten/kota, serta kewenangan pusat yang dilimpahkan pada provinsi, dan kewenangan kabupaten/kota yang belum mampu dilaksanakan maka diambil alih oleh provinsi.

Secara konsepsional, jika dicermati berlakunya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, dengan tidak adanya perubahan struktur daerah otonom, maka memang masih lebih banyak ingin mengatur pemerintah daerah baik provinsi maupun kabupaten/kota. Disisi lain, pemerintah kabupaten/kota yang daerah otonomnya terbentuk hanya berdasarkan kesejahteraan pemerintahan, maka akan sulit untuk berotonomi secara nyata dan bertanggungjawab di masa mendatang.


Otonomi daerah dalam Undang-Undang Nomor 22  tahun 1999 adalah otonomi luas yaitu adanya kewenangan daerah untuk menyelenggarakan pemerintahan yang mencakup semua bidang pemerintahan kecuali kewenangan di bidang politik luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan, moneter dan fiskal,  agama serta kewenangan-kewenangan bidang lainnya yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. Di samping itu, keleluasaan otonomi maupun kewenangan yang utuh dan bulat dalam penyelenggaraannya, mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, pengendalian dan evaluasi.

Dalam penjelesan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999, dikatakan bahwa yang dimaksud dengan otonomi nyata adalah keleluasaan daerah untuk menyelenggarakan kewenangan pemerintah di bidang tertentu yang secara nyata ada dan diperlukan serta tumbuh, hidup dan berkembang di daerah. Sedangkan yang dimaksud dengan otonomi yang bertanggung jawab adalah berupa perwujudan pertanggung jawaban sebagai konsekuensi pemberian hak dan kewenangan kepada daerah dalam wujud tugas dan kewajiban yang harus dipikul oleh daerah dalam mencapai tujuan pemberian otonomi berupa peningkatan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat yang semakin baik, serta pemeliharaan hubungan yang serasi antara pusat dan daerah serta antar daerah dalam rangka menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.


Atas dasar pemikiran di atas¸ maka prinsip-prinsip pemberian otonomi daerah dalam Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999 adalah sebagai berikut :

a.       Penyelenggaraan otonomi daerah dilaksanakan dengan memperhatikan aspek
          demokrasi, keadilan, pemerataan serta potensi dan keanekaragaman daerah yang
          terbatas.
b.      Pelaksanaan otonomi daerah didasarkan pada otonomi luas, nyata dan bertanggung
          jawab.
c.       Pelaksanaan otonomi daerah yang luas dan utuh diletakkan pada daerah
          Kabupaten dan daerah kota, sedang otonomi daerah provinsi merupakan otonomi
          yang terbatas.
d.       Pelaksanaan otonomi daerah harus sesuai dengan kontibusi negara sehingga tetap
          terjalin hubungan yang serasi antara pusat dan daerah serta antar daerah.
e.       Pelaksanaan otonomi daerah harus lebih meningkatkan kemandirian daerah
          otonom, dan karenanya dalam daerah Kabupaten/daerah kota tidak ada lagi
          wilayah administrasi.
f.       Pelaksanaan otonomi daerah harus lebih meningkatkan peranan dan fungsi badan
          legislatif daerah, baik fungsi legislatif, fungsi pengawas maupun fungsi anggaran
          atas penyelenggaraan pemerintah daerah.
G .       Pelaksanaan azas dekonsentrasi diletakkan pada daerah provinsi dalam   
           kedudukannya sebagai wilayah administrasi untuk melaksanakan kewenangan
          sebagai wakil daerah.
h.      Pelaksanaan azas tugas pembantuan dimungkinkan, tidak hanya dari pemerintah
         kepada daerah, tetapi juga dari pemerintah dan daerah kepada desa yang disertai
         dengan pembiayaan, sarana dan prasarana, serta sumber daya manusia dengan
         kewajiban melaporkan pelaksanaan dan mempertanggung jawabkan kepada yang
         menugaskannya.

Adapun tujuan pemberian otonomi kepada daerah adalah untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna penyelenggaraan pemerintah dan pembangunan guna meningkatkan pelayanan kepada masyarakat.

Sejalan dengan pendapat di atas, The Liang Gie dalam Abdurrahman (1987) mengemukakan bahwa tujuan pemberian otonomi daerah adalah :

a.       Mengemukakan kesadaran bernegara/berpemerintah yang mendalam kepada
          rakyat diseluruh tanah air Indonesia.
b.       Melancarkan penyerahan dana dan daya masyarakat di daerah terutama dalam
          bidang perekonomian.


C.     FAKTOR-FAKTOR PENGHAMBAT OTONOMI DAERAH

Hal-Hal Yang Menyebabkan Pelaksanaan Otonomi Daerah di Indonesia Menjadi Tidak Optimal adalah:

1.      Lemahnya pengawasan maupun check and balances. Kondisi inilah kemudian
         menimbulkan penyimpangan-penyimpangan dan ketidakseimbangan kekuasaan
         dalam pelaksanaan otonomi Daerah
2.      Pemahaman terhadap Otonomi Daerah yang keliru, baik oleh aparat maupun oleh
         warga masyarakat menyebabkan pelaksanaan Otonomi Daerah menyimpang dari
         tujuan mewujudkan masyarakat yang aman, damai dan sejahtera.
3.      Keterbatasan sumberdaya dihadapkan dengan tuntutan kebutuhan dana
         (pembangunan dan rutin operasional pemerintahan) yang besar, memaksa Pemda
         menempuh pilihan yang membebani rakyat, misalnya memperluas dan atau
         meningkatkan objek pajak dan retribusi, dan juga menguras sumberdaya alam
         yang tersedia.
4.      Kesempatan seluas-luasnya yang diberikan kepada masyarakat untuk
         berpartisipasi dan mengambil peran, juga sering disalah artikan, seolah-olah
         merasa diberi kesempatan untuk mengekspolitasi sumber daya alam dengan cara
         masing-masing semaunya sendiri.
5.      Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), yang seharusnya berperan mengontrol
         dan meluruskan segala kekeliruan implementasi Otonomi Daerah tidak
         menggunakan peran dan fungsi yang semestinya, bahkan seringkali mereka ikut
         terhanyut dan berlomba mengambil untung dari perilaku aparat dan masyarakat
         yang salah . Semua itu terjadi karena Otonomi Daerah lebih banyak menampilkan
         nuansa kepentingan pembangunan fisik dan ekonomi.
6.      Kurangnya pembangunan sumber daya manusia / Sumber Daya Manusia (moral,
         spiritual intelektual dan keterampilan) yang seharusnya diprioritaskan. Sumber
         Daya Manusia berkualitas ini merupakan kunci penentu dalam keberhasilan
         pelaksanaan Otonomi Daerah. Sumber Daya Manusia yang tidak/belum
         berkualitas inilah yang menyebabkan penyelenggaraan Otonomi Daerah tidak
         berjalan sebagaimana mestinya, penuh dengan intrik, konflik dan penyelewengan
         serta diwarnai oleh menonjolnya kepentingan pribadi dan kelompok.


D.    PELAKSANAAN OTONOMI DAERAH

Pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia Sejak diberlakukannya UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, banyak aspek positif yang diharapkan dalam pemberlakuan Undang-Undang tersebut. Otonomi Daerah memang dapat membawa perubahan positif di daerah dalam hal kewenangan daerah untuk mengatur diri sendiri. Kewenangan ini menjadi sebuah impian karena sistem pemerintahan yang sentralistik cenderung menempatkan daerah sebagai pelaku pembangunan yang tidak begitu penting atau sebagai pelaku pinggiran. Tujuan pemberian otonomi kepada daerah sangat baik, yaitu untuk memberdayakan daerah, termasuk masyarakatnya, mendorong prakarsa dan peran serta masyarakat dalam proses pemerintahan dan pembangunan. Pada masa lalu, pengerukan potensi daerah ke pusat terus dilakukan dengan dalih pemerataan pembangunan. Alih-alih mendapatkan manfaat dari pembangunan, daerah justru mengalami proses pemiskinan yang luar biasa. Dengan kewenangan yang didapat daerah dari pelaksanaan Otonomi Daerah, banyak daerah yang optimis bakal bisa mengubah keadaan yang tidak menguntungkan tersebut. Beberapa contoh keberhasilan dari berbagai daerah dalam pelaksanaan otonomi daerah yaitu:

1.      Di Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah, masyarakat lokal dan LSM yang
         mendukung telah berkerja sama dengan dewan setempat untuk merancang suatu
          aturan tentang pengelolaan sumber daya kehutanan yang bersifat kemasyarakatan
          (community-based). Aturan itu ditetapkan pada bulan Oktober yang
          memungkinkan bupati mengeluarkan izin kepada masyarakat untuk mengelola
          hutan milik negara dengan cara yang berkelanjutan.

2.       Di Gorontalo, Sulawesi, masyarakat nelayan di sana dengan bantuan LSM-LSM
          setempat serta para pejabat yang simpatik di wilayah provinsi baru tersebut
          berhasil mendapatkan kembali kontrol mereka terhadap wilayah perikanan
          tradisional/adat mereka.

Kedua contoh di atas menggambarkan bahwa pelaksanaan Otonomi Daerah dapat membawa dampak positif bagi kemajuan suatu daerah. Kedua contoh diatas dapat terjadi berkat adanya Otonomi Daerah di daerah terebut. Selain membawa dampak positif bagi suatu daerah otonom, ternyata pelaksanaan Otonomi Daerah juga dapat membawa dampak negatif. Pada tahap awal pelaksanaan Otonomi Daerah, telah banyak mengundang suara pro dan kontra. Suara pro umumnya datang dari daerah yang kaya akan sumber daya, daerah-daerah tersebut tidak sabar ingin agar Otonomi Daerah tersebut segera diberlakukan. Sebaliknya, bagi daerah-daerah yang tidak kaya akan sumber daya, mereka pesimis menghadapi era otonomi daerah tersebut. Masalahnya, otonomi daerah menuntut kesiapan daerah di segala bidang termasuk peraturan perundang-undangan dan sumber keuangan daerah. Oleh karena itu, bagi daerah-daerah yang tidak kaya akan sumber daya pada umumnya belum siap ketika Otonomi Daerah pertama kali diberlakukan. Selain karena kurangnya kesiapan daerah-daerah yang tidak kaya akan sumber daya dengan berlakunya otonomi daerah, dampak negatif dari otonomi daerah juga dapat timbul karena adanya berbagai penyelewengan dalam pelaksanaan Otonomi Daerah tersebut. Berbagai penyelewengan dalam pelaksanan otonomi daerah:

Adanya kecenderungan pemerintah daerah untuk mengeksploitasi rakyat melalui pengumpulan pendapatan daerah.Keterbatasan sumberdaya dihadapkan dengan tuntutan kebutuhan dana (pembangunan dan rutin operasional pemerintahan) yang besar. Hal tersebut memaksa Pemerintah Daerah menempuh pilihan yang membebani rakyat, misalnya memperluas dan atau meningkatkan objek pajak dan retribusi. Padahal banyaknya pungutan hanya akan menambah biaya ekonomi yang akan merugikan perkembangan ekonomi daerah. Pemerintah daerah yang terlalu intensif memungut pajak dan retribusi dari rakyatnya hanya akam menambah beratnya beban yang harus ditanggung warga masyarakat.

1.      Penggunaan dana anggaran yang tidak terkontrol Hal ini dapat dilihat dari
         pemberian fasilitas yang berlebihan kepada pejabat daerah. Pemberian fasilitas  
         yang berlebihan ini merupakan bukti ketidakarifan pemerintah daerah dalam
         mengelola keuangan daerah
2.      Rusaknya Sumber Daya Alam Rusaknya sumber daya alam ini disebabkan karena
         adanya keinginan dari Pemerintah Daerah untuk menghimpun pendapatan asli
         daerah (PAD), di mana Pemerintah Daerah menguras sumber daya alam potensial
         yang ada, tanpa mempertimbangkan dampak negatif/kerusakan lingkungan dan  
         prinsip pembangunan berkelanjutan (sustainable development). Selain itu, adanya
         kegiatan dari beberapa orang Bupati yang menetapkan peningkatan ekstraksi   
         besar-besaran sumber daya alam di daerah mereka, di mana ekstraksi ini
         merupakan suatu proses yang semakin mempercepat perusakan dan punahnya
         hutan serta sengketa terhadap tanah. Akibatnya terjadi percepatan kerusakan hutan
        dan lingkungan yang berdampak pada percepatan sumber daya air hampir di
         seluruh wilayah tanah air. Eksploitasi hutan dan lahan yang tak terkendali juga
         telah menyebabkan hancurnya habitat dan ekosistem satwa liar yang berdampak  
         terhadap punahnya sebagian varietas vegetasi dan satwa langka serta mikro
         organisme yang sangat bermanfaat untuk menjaga kelestarian alam
.
3.      Bergesernya praktik korupsi dari pusat ke daerah Praktik korupsi di daerah
          tersebut terjadi pada proses pengadaan barang-barang dan jasa daerah
         (procurement). Seringkali terjadi harga sebuah barang dianggarkan jauh lebih
         besar dari harga barang tersebut sebenarnya di pasar.
4.      Pemerintahan kabupaten juga tergoda untuk menjadikan sumbangan yang
         diperoleh dari hutan milik negara dan perusahaan perkebunaan bagi budget
         mereka.


E.     KELEMAHAN DAN KEUNTUNGAN OTONOMI DAERAH

1.    KEUNTUNGAN
a.    Tumbuhnya kreativitas masyarakat Daerah.
b.    Dapat menghilangkan kecemburuan Daerah kepada Pusat.
c.     Optimalisasi Sumber Daya Alam dan Sumber Daya Manusia di Daerah.
d.    Mempercepat pertumbuhan/perkembangan Daerah.
e.    Muncul kepemimpinan Daerah yang berkualitas.

2.    KELEMAHAN
a.    Cenderung timbulnya egoisme Daerah.
b.    Mudah tumbuhnya gerakan disintegrasi bahkan kemungkinan separatis.
c.     Bisa terjadi disparitas antar Daerah, kecemburuan antar Daerah.



BAB III
GOOD GOVERNANCE

A.    DEFENISI GOOD GOVERNANCE
Sejak tumbangnya rezim Orde Baru dan digantikan dengan gerakan reformasi, istilah Good Governance begitu popular. Hamper di setiap event atau peristiwa penting yang menyangkut masalah pemerintahan, istilah ini tak pernah ketinggalan. Bahkan dalam pidato-pidato, pejabat Negara sering mengutip kata-kata di atas. Pendeknya Good Governance telah menjadi wacana yang kian popular di tengah masyarakat.

Meskipun kata Good Governance sering disebut pada berbagai event dan peristiwa oleh berbagai kalangan, pengertian Good Governance bisa berlainan antara satu dengan yang lain. Ada sebagian kalangan mengartikan Good Governance sebagai kinerja sautu lembaga, misalnya kinerja pemerintahan suatu Negara, perusahaan atau organisasial masyarakat yang memnuhi prasyarat-prasyarat tertentu. Sebagian kalangan lain ada yang mengartikan Good Governance sebagai penerjemahan konkret demokrasi dengan meniscayakan adanya civic culture sebagai penopang sustanaibilitas demokrasi itu sendiri.

Masih banyak lagi ‘tafsir’ Good Governance yang diberikan oleh pihak. Seperti yang didefinisikan oleh World Bank sebagai berikut: Good Governance adalah suatu penyelenggaraan manajemen pembangunan yang solid dan bertanggungjawab yang sejalan dengan prinsip demokrasi dan pasar yang efisien, penghindaran salah alokasi dana investasi, dan pencegahan korupsi baik secara politik maupun administratif, menjalankan disiplin anggaran serta penciptaan legal and political framework bagi tumbuhnya aktivitas usaha.

Namun untuk ringkasnya Good Governance pada umumnya diartikan sebagai pengelolaan pemerintahan yang baik. Kata ‘baik’ disini dimaksudkan sebagai mengikuti kaidah-kaidah tertentu sesuai dengan prinsip-prinsip dasar Good Governance.


B.     PRINSIP-PRINSIP GOOD GOVERNANCE
Kunci utama memahami good governance adalah pemahaman atas prinsip-prinsip didalamnya. Bertolak dari prinsip-prinsip ini akan didapatkan tolak ukur kinerja suatu pemerintahan. Baik-buruknya pemerintahan bisa dinilai bila ia telah bersinggungan dengan semua unsur prinsip-prinsip good governance. Menyadari pentingnya masalah ini, prinsip-prinsip good governance diurai satu persatu sebagaimana tertera di bawah ini:
 
1. Partisipasi Masyarakat

Semua warga masyarakat mempunyai suara dalam pengembalian keputusan, baik secara langsung, maupun melalui lembaga-lembaga perwakilan sah yang mewakili kepentingan mereka. Partisipasi menyeluruh tersebut di bangun berdasarkan kebebasan berkumpul dan mengungkapkan pendapat, serta kapasitas untuk berpartisipasi secara konstruktif.

 2. Tegaknya Supremasi Hukum

Kerangka hukum harus adil dan diberlakukan tanpa pandang bulu, termasuk didalamnya hukum-hukum yang menyangkut hak asasi manusia.

 3.   Transparansi

Transparansi dibangun atas dasar arus informasi yang bebas. Seluruh proses pemerintahan, lembaga-lembaga dan informasi perlu dapat diakses oleh pihak-pihak yang berkepentingan, dan informasi yang tersedia harus memadai agar dapat dimengerti dan dipantau.

  4. Peduli pada Stakeholder

Lembaga-lembaga dan seluruh proses pemerintahan harus berusaha melayani semua pihak yang berkepentingan.

5.    Berorientasi pada Konsensus

Tata pemerintahan yang baik menjembatani kepentingan-kepentingan yang berbeda demi terbangunnya suatu konsensus menyeluruh dalam hal apa yang terbaik bagi kelompok-kelompok masyarakat, dan bila mungkin, konsensus dalam hal kebijakan-kebijakan dan prosedur-prosedur.

 



6.   Kesetaraan

Semua warga masyarakat mempunyai kesempatan memperbaiki atau mempertahankan kesejahteraan mereka.

7.    Efektifitas dan Efisiensi

Proses-proses pemerintahan dan lembaga-lembaga membuahkan hasil sesuai kebutuhan warga masyarakat dan dengan menggunakan sumber-sumber daya yang ada seoptimal mungkin.

8    Akuntabilitas

Para pengambil keputusan di pemerintah, sektor swasta dan organisasi-organisasi masyarakat bertanggung jawab baik kepada masyarakat maupun kepada lembaga-lembaga yang berkepentingan. Bentuk pertanggung jawaban tersebut berbeda satu dengan lainnya tergantung dari jenis organisasi yang bersangkutan.

9    Visi Strategis

Para pemimpin dan masyarakat memiliki perspektif yang luas dan jauh ke depan atas tata pemerintahan yang baik dan pembangunan manusia, serta kepekaan akan apa saja yang dibutuhkan untuk mewujudkan perkembangan tersebut. Selain itu mereka juga harus memiliki pemahaman atas kompleksitas kesejarahan, budaya dan social yang menjadi dasar bagi perspektif tersebut.



C.     PILAR-PILAR GOOD GOVERNANCE
Good Governance hanya bermakna bila keberadaannya ditopang oleh lembaga yang melibatkan kepentingan public. Jenis lembaga tersebut adalah sebagai berikut :

1.    Negara

a.       Menciptakan kondisi politik, ekonomi dan sosial yang stabil
b.      Membuat peraturan yang efektif dan berkeadilan
c.       Menyediakan public service yang efektif dan accountable
d.      Menegakkan HAM
e.       Melindungi lingkungan hidup
f.       Mengurus standar kesehatan dan standar keselamatan publik

 2.    Sektor Swasta

a.       Menjalankan industry
b.      Menciptakan lapangan kerja
c.       Menyediakan insentif bagi karyawan
d.      Meningkatkan standar hidup masyarakat
e.       Memelihara lingkungan hidup
f.       Menaati peraturan
g.      Transfer ilmu pengetahuan dan teknologi kepada masyarakat
h.      Menyediakan kredit bagi pengembangan UKM

3.   Masyarakat Madani

a.       Menjaga agar hak-hak masyarakat terlindungi
b.      Mempengaruhi kebijakan public
c.       Sebagai sarana cheks and balances pemerintah
d.      Mengawasi penyalahgunaan kewenangan sosial pemerintah
e.       Mengembangkan SDM
f.       Sarana berkomunikasi antar anggota masyarakat


D.    AGENDA GOOD GOVERNANCE
Good Governance sebagai suatu gerakan adalah segala daya upaya untuk mewujudkan suatu pemerintahan yang baik. Oleh karena itu gerakan good governance harus memiliki agenda yang jelas tentang apa yang mesti dilakukan agar tujuan utamanya dapat dicapai. Untuk kasus Indonesia, agenda good governance harus disesuaikan dengan kondisi riil bangsa saat ini, yang meliputi:
1.    Agenda Politik
       Masalah politik seringkali menjadi penghambat bagi terwujudnya good
       governance. Hal ini dapat terjadi karena beberapa sebab, diantaranya adalah
       acuan konsep politik yang tidak/kurang demokratis yang berimplikasi pada
       berbagai persoalan di lapangan. Krisis politik yang melanda bangsa Indonesia
       dewasa ini tidak lepas dari penataan sistem politik yang kurang demokratis. Oleh
       karena itu perlu dilakukan pembaharuan politik yang menyangkut masalah-
       masalah  penting seperti:

 2.   Agenda Ekonomi
       Krisis ekonomi bisa melahirkan berbagai masalah sosial yang bila tidak teratasi
       akan mengganggu kinerja pemerintahan secara menyeluruh. Untuk kasus
       Indonesia, permasalahan krisis ekonomi ini telah berlarut-larut dan belum ada
       tanda-tanda akan segera berakhir. Kondisi demikian ini tidak boleh dibiarkan
       berlanjut dan harus segera ada percepatan pemulihan ekonomi. Mengingat begitu
       banyak permasalahan ekonomi di Indonesi

  3.   Agenda Sosial
       Masyarakat yang berdaya, khususnya dalam proses penyelenggaraan
       pemerintahan merupakan perwujudan riil good governance. Masyarakat semacam
       ini akan solid dan berpartisipasi aktif dalam menentukan berbagai kebijakan
       pemerintahan. Selain itu masyarakat semacam ini juga akan menjalankan fungsi
       pengawasan yang efektif dalam pelaksanaan penyelenggaraan pemerintahan.

   4.  Agenda Hukum
        hukum merupakan factor penting dalam penegakan good governance.  
        Kekurangan atau kelemahan sistem hukum akan berpengaruh besar terhadap
        kinerja pemerintahan secara keseluruhan. Dapat dipastikan, good governance
        tidak akan berjalan mulus di atas sistem hukum yang lemah. Oleh karena itu
        penguatan sistem hukum atau reformasi hukum merupakan kebutuhan mutlak  
        bagi terwujudnya good governance.

Sementara itu posisi dan peran hukum di Indonesia tengah berada pada titik nadir, karena hukum saat ini lebih dianggap sebagai komiditi daripada lembaga penegak keadilan. Kenyataan demikian ini yang membuat ketidakpercayaan dan ketidaktaatan pada hukum oleh masyarakat.


BAB IV
PENUTUP

A.    Kesimpulan

Pelaksanaan Otonomi Daerah dalam Penegakan Good Government adalah hal yang harus menjadi dasar terbentuknya pemeritahan yang baik bagi setiap daerah maupun dalam lingkup yang lebih besar yaitu Negara, maka dari itu alangkah besarnya system structural mempengaruhi baik tidaknya sebuah system pemerintahan itu, apakah dapat mensejahterakan rakyat atau tidak.

Pro dan kontra terhadap keputusan-keputusan otonomi daerah bukan sekedar hal biasa yang menjadi salah satu problem dari setiap Negara demokrasi sehingga menimbulkan kecenderungan ketidak seimbangan kepercayaan antara pemerintah dan rakyat oleh sebab itu pilar-pilar untuk mewujudkan Good Government harus dilaksanakan dengan baik agar tidak berdampak tumbangnya kepercayaan rakyat terhadap system demokrasi di Negara ini, maka dari itu hal-hal yang berdampak hilangnya kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah seperti permasalahan Hukum harus di tegakan setegak tegaknya.

B. Saran

Pemerintah Daerah harus lebih mempertegas segala hal yang menyangkut ketentuan ketentuan atau kaidah kaidah yang harus dijalankan dalam rangkah mengupayakan Good Goverment



DAFTAR PUSTAKA
http ://Wartawarga.gunadarma.co.id
http ://waspada.co.id//index.php?option=com_conten&view=article&id=29501:kita-harus-akui-otonomi-daerah-gagal-dan-janggal&catid=27&itemid=102
http ://www.go.id/pkod/index.php?mod=6&d=72
http ://saepoel.multiply.com/jurnal//item/6
http ://id Wikipedia.org/wiki/otonomi_daerah
http ://ibnunurafand.blogspot.com/2012/04/latar-belakang-otonomi-daerah.html
http ://abdiprojo.blogspot.com201204keberhasilan-otonomi-daerah.html



0 komentar:

Posting Komentar